Selasa, 13 November 2007

Judul : Reorientasi Pendidikan Islam, Mengurai Relevansi Konsep Al-Ghazali Dalam Konteks Kekinian

Penulis : Asrorun Ni’am Sholeh
Penerbit : elSAS Jakarta

Peresensi: Kamal Basya
Tebal : 139 Halaman

Problem mendasar yang dihadapi masyarakat dari negara berkembang adalah keterbelakangan ekonomi sebagai akibat dari rendahnya tingkat kualitas pendidikan. Masalah pendidikan sangat kompleks, sementara di sisi lain dominasi peradaban Barat yang sekularistik terus merajalela. Upaya mengejar ketertinggalan dari dunia Barat memang telah lama dilakukan. Hanya saja strategi pembangunan yang mengadopsi Barat dan meletakkan model kapitalisme sebagai kiblat yang harus ditiru telah memberikan implikasi terciptanya masyarakat yang hedonis, individualis, dan materialistis. Negara-negara berkembang telah meletakkan unsure ‘kebendaan’ sebagai tolok ukur keberhasilan dan kesuksesan hidup.

Dalam keadaan demikian, pendidikan Islam menghadapi persoalan yang cukup serius dan rentan terhadap terjadinya krisis nilai. Pola hidup materialisme di tengah masyarakat dewasa ini tentunya sebuah tantangan berat bagi pendidikan Islam yang berkarakteristik balancing antara kepentingan dunia dan akhirat.

Hal yang menarik dan tidak pernah kering untuk dibahas adalah pandangan al-Ghazali tentang pendidikan Islam, khususnya tentang system dan metodologi pengajaran serta relevansinya dengan konteks kekinian. Sebagai asumsi dasar bahwa ada kesamaan kondisi social zaman al-Ghazali masyarakat Islam sudah cenderung kepada pola hidup materialisme. Status kemanusiaan sering diukur dengan kebendaan.

Persoalan lain yang juga perlu disingkap adalah konsepsi al-Ghazali dalam melakukan trasformasi nilai-nilai agama terhadap anak didik. Kemudian komponen apa saja yang diperlukan pendidikan Islam serta menggagas konsepsi pendidikan al-Ghazali sehingga alternatif system pendidikan Islam.

Dalam konteks demikian, agaknya menghadirkan kembali sosok al-Ghazali sebagai seorang pendidik dengan gagasan, konsep, dan metodologi di bidang pendidikan menjadi sangat relevan, di tengah keinginan untuk berbenah diri menuju kebangkitan. Pemikiran al-Ghazali di bidang pendidikan setidaknya bias dijadikan salah satu inspirasi untuk memulai untuk bangkit.

Buku yang mengulas tentang al-Ghazali dalam berbagai aspek telah banyak dijumpai. Al-Ghazali memang tidak pernah ditulis. Pemikirannya masih memerlukan upaya eksplorasi yang panjang dan mendalam oleh manusia sesudahnya. Buku ini secara spesifik mengulas pemikiran al-Ghazali dalam bidang pendidikan. Buku ini sengaja memilih bidang pendidikan mengingat bidang ini masih membutuhkan banyak masukan konsepsi yang dapat memperkaya system pendidikan Islam, terutama di Indonesia.

Cukup sulit menghadirkan secara orisinil pemikiran al-Ghazali di bidang pendidikan, khususnya system dan metodologi pengajarannya serta relevansinya dengan konteks kekinian.

Buku ini terdiri dari empat bagian dengan tambahan dan penutup. Bagian pertama membahas sekilas tentang al-Ghazali dan dunia pendidikan Islam. Dijelaskan bahwa problem keterbelakangan umat Islam disebabkan oleh factor lemahnya ekonomi sebagai akibat dari terpuruknya dunia pendidikan. Kemudian ditegaskan bahwa pendidikan yang gagal sangat berkaitan dengan konsep pendidikan itu sendiri.

Dalam konteks ini al-Ghazali menggagas perlunya umat Islam di masanya meningkatkan gairah belajar dengan konsep pendidikan yang benar.karena itu dalam bagian pertama buku ini ditulis bahwa al-Ghazali merupakan sumber inspirasi kegelisahan nalar, baik bagi generasi masanya maupun masa yang akan datang. Maka bagian pertama buku ini secara ringkas mengantarkan pembaca untuk memahami secara keseluruhan alur studi dalam buku ini.

Bagian kedua sketsa biografi al-Ghazali mencoba mengulas kondisi sosio cultural yang melingkupi al-Ghazali, sejarah hidupnya, penjelajahan intelektualnya, interaksinya dengan berbagai disiplin ilmu; kalam, filsafat Bathiniyah dan Tasawuf, serta karya-karya monumentalnya dalam berbagai disiplin ilmu. Al-ghazali dihadirkan secara ringkas dan utuh mulai dari masa pertumbuhan, perkembangan hingga fase sufistiknya. Perjalanan al-Ghazali yang cukup kompleks dan pelik. Mula-mula mengkaji al-Qur’an, al-sunnah, kemudian mengenal ilmu kalam, filsafat, tasawuf. Berawal dari belajar, mengajar, kemudian memutuskan untuk hidup asketik. Lalu adakah ragam ilmu tersebut mempengaruhi pola piker al-Ghazali? Juga apakah sumbangsih al-Ghazali dalam kemajuan ilmu pengetahuan sebangun dengan kebesarannya?

Bagian ketiga berisi kajian tentang pemikiran al-Ghazali mengenai konsep pendidikan. Dimulai dengan pembahasan masalah konstruk pemikiran pendidikan, kemudian klasifikasi ilmu, posisi pendidik dan anak didik. Bagian ketiga juga membahas tujuan pendidikan, metodologi pengajaran dan evaluasi pendidikan dalam pandangan.

Bagian keempat berisi kajian tentang kemungkinan kontekstualisasi konsep pendidikan al-Ghazali dalam konsep pendidikan kekinian. Diawali pembahasan tentang hakikat pendidikan Islam, urgensi reorientasi pemikiran pendidikan Islam, dengan mempertimbangkan konsep pendidikan al-Ghazali sebagai suatu system pendidikan alternatif untuk dapat diterapkan di masa sekarang. Tentunya hal ini dengan tetap membuka ruang kritik.

Pada bagian akhir buku ini ditutup dengan upaya menemukan substansi pemikiran al-Ghazali dan kaitannya dengan problem pendidikan Islam. Sehingga pada akhirnya menimbulkan konklusi bahwa konsepsi pendidikan yang ditawarkan al-Ghazali masih relevan untuk diterapkan dalam system pendidikan Islam di masa sekarang.

Selasa, 06 November 2007

Syarat -syarat Evaluator dan Perbedaan Antara Evaluator Internal dan Eksternal

1.Persyaratan untuk menjadi seorang evaluator:

  • Mampu melaksanakan, yaitu bahwa seorang evaluator harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
  • Cermat, yaitu dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dienaluasi.
  • Objektif, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya dan mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
  • Sabar dan tekun, yaitu dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data, danmenyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
  • Hati-hati dan tanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekliruan yang diperbuat, berani menanggung resiiko.

2.Perbedaan evaluator eksternal dan internal:


Evaluator eksternal adalah

orang-orang yang tidak terkait dalam kebijakan dan implrmentasi program. Mereka berada diluar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah dilaksanakan.
Evaluator internal adalah petugas enaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi.

Perbedaannya:
Evaluasi eksternal:

  • sulit untuk mengetahui tentang program lebih banyak
  • lebih dapat objektif
  • lebih kritis dan lebih mencari hal-hal atau informasi yang lebih penting

Evaluasi internal:

  • lebih mengetahui tentang program daripada orang lain
  • sulit untuk 100% objektif
  • lebih banyak mengetahui hal-hal yang sifatnya kontekstual